Read more: http://hzndi.blogspot.com/2012/07/cara-memasang-widget-sosial-bookmark.html#ixzz2DmXan0aS

Kamis, 12 Februari 2015

Ketika Listrik Padam Secara Mendadak



Oleh Dr. Zul Akrial, S.H., M. Hum.
 (Penulis adalah Dosen Hukum Pidana pada Fakultas Hukum dan Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru)

Pemadaman listrik secara tiba-tiba yang dilakukan oleh pihak PLN, bagi konsumen, sudah menjadi suatu hal yang lazim terjadi dan dirasakan. Keluhan konsumen terhadap pelayanan PLN pun sudah tak terhitung lagi. Namun konsumen tidak dapat berbuat apa-apa dan menerima saja kerugian akibat layanan PLN yang tidak memadai itu. Sebaliknya, jika konsumen terlambat memenuhi kewajibannya, PLN langsung memberikan denda. Manakala konsumen tidak juga nongol ke loket pembayaran untuk melunasi kewajiban plus denda sebagai akibat dari keterlambatan pembayaran, dalam kurun waktu beberapa bulan, tanpa ba-bi-bu PLN pun langsung memutuskan aliran listrik. Inilah citra buruk dari PLN kita selama ini.
Dikatakan buruk dalam hal ini, karena pihak PLN tak pernah mengajukan pertanyaan: mengapa dan apa latar belakang sehingga konsumen terlambat membayar dan malah menunggak melakukan pembayaran ? Tidak pernah sama sekali pertanyaan seperti ini diajukan kepada pihak konsumen. Yang diterapkan oleh PLN selama ini terhadap konsumen justru adalah konsep “hitam putih”, yaitu jika melewati batas ketentuan waktu pembayaran, maka konsumen akan dikenai denda. Titik. Jika beberapa bulan konsumen tidak juga melunasi tunggakannya, maka dilakukan pemutusan hubungan aliran listrik ke rumah konsumen. Titik. Tanpa basa basi, tanpa ada toleransi dan tanpa harus membandingkan dengan tingkat layanan yang diberikannya. Dari sisi hukum, inilah yang dinamakan dengan kepastian hukum.
Kepastian hukum mengajarkan kepada kita: jika menurut ketentuan hukum “merah”, ya merahlah yang musti dan harus diterapkan oleh aparat pelaksana. Lima ribu denda keterlambatan menurut ketentuan hukum, maka lima ribu itulah yang harus ditagih oleh petugas pelaksana, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang. Konsep kepastian hukum inilah yang selama ini diterapkan oleh PLN. Namun dibalik konsep kepastian hukum ada nilai keadilan. Dan kelihatannya nilai keadilan inilah yang tidak terlihat dalam hubungan ini.
Bagaimana misalnya, jika seorang konsumen terlambat membayar karena memang tak ada duit, dikarenakan konsumen baru saja terkena PHK sehingga penghasilan pada bulan itu sama sekali nol. Jika kita berkaca dari sisi kepastian hukum, si konsumen itu tetap dikenai denda lima ribu rupiah untuk sebuah keterlambatan pembayaran tersebut. Dalam kamus kepastian hukum tidak ada istilah perasaan haru, sedih atau kasihan terhadap nasib dan kondisi keuangan si konsumen tersebut. Yang jelas, karena dia terlambat membayar, maka ia dikenai denda. Titik.
Namun tidak demikian halnya jika kita bertolak dari sisi keadilan. Jeritan konsumen tentu juga ikut mendapat pertimbangan, terutama menyangkut latar belakang mengapa si konsumen itu tidak membayar sewa listriknya. Karena begitu beragamnya konsumen terutama menyangkut dengan pendapatan/penghasilan, maka tentu tidak dapat disamaratakan dengan begitu saja nilai pengenaan dendanya. Sama halnya dengan ketentuan hukum pidana, misalnya Pasal 362 KUHP yang memberi sanksi 5 tahun bagi kejahatan pencurian. Namun dalam tataran praktek ternyata tidak setiap pencuri lalu dihukum 5 tahun penjara semuanya. Karena tidak semua pencuri mempunyai latar belakang dan modus operandi yang sama dalam melakukan aksi kejahatannya. Ada orang yang mencuri sepotong roti karena lapar, tentu tidak sama hukumannya dengan orang lain yang mencuri kenderaan bermotor, atau melakukan pencurian sambil membunuh, atau melakukan tindakan pencurian untuk menumpuk harta kekayaan.
Sebaliknya pihak PLN tidak mau tahu dengan kritikan yang diajukan oleh konsumen karena tindakannya mematikan listrik yang secara tiba-tiba tanpa ba bi bu. Alasan PLN bisa beragam. Ya karena travo-nyalah yang rusak, ya inilah ya karena itulah dan sebagainya.
Untuk itu semua, PLN sangat mengharapkan pengertian dari konsumen atas kejadian listrik yang mati mendadak dan tiba-tiba itu, entah terjadinya pada siang, malam maupun pagi hari, namun di pihak lain, PLN justru tak mau tau dengan kondisi konsumen yang sedang tidak berduit, asal konsumen menunggak membayar, denda. Jika tak juga membayar, putuskan aliran listriknya.
Pihak konsumen PLN (di Indonesia) sudah cukup maksimal dalam memberikan pengertian, kesabaran dan toleransi dalam menghadapi pemutusan hubungan listrik secara mendadak dan tiba-tiba itu seraya pasrah walaupun tak rela tanpa bisa melawan.
Bertolak dari uraian di atas, dalam menghadapi sikap arogan dari PLN yang memberikan pelayanan yang tidak memadai itu, sudah seharusnyalah dimulai meningkatkan peran civil society sehingga dapat dilakukan bargaining. Karena begitu sulit menghadapi PLN sebagai sebuah badan hukum (Korporasi) secara individual dan/atau perorangan.
Bagaimana dengan tanggapan pembaca ??

1 komentar:

  1. kalau mematikan listrik secara tiba2 berarti konsumen merasa merugikan karena konsumen sudah membayarkan listrik perbulan karena ada sebagian konsumen yang tidak membyar listrik yang di janjikan bayaran listrik perbulan nya dan untuk apalah membayar listrik kepada pihak PLN bagi pelanggan tersebut ?
    Jika Pihak PLN tersebut sering melakukan pemadaman listrik secara tiba - tiba apa kita bisa menuntut pihak PLN itu tersebut?

    BalasHapus

Read more: http://hzndi.blogspot.com/2012/07/cara-memasang-widget-sosial-bookmark.html#ixzz2DmXp3iTj