Read more: http://hzndi.blogspot.com/2012/07/cara-memasang-widget-sosial-bookmark.html#ixzz2DmXan0aS

Kamis, 25 Juni 2009

PREMAN: WAJAH YANG SERAM ?





Oleh Zul Akrial 
(Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum dan Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Riau [UIR] Pekanbaru, Riau, Indonesia)
(http://zulakrial.blogspot.com E-mail: zul_akrial@yahoo.co.id)
Operasi dan perburuan terhadap para preman beberapa waktu lalu gencar dilakukan oleh aparat keamanan, yaitu sejak terbunuhnya Letnan Satu (Pol) Budi Prasetyo Utomo oleh sekelompok preman di Blok M, Jakarta.
Sejak saat itu penggarukan terhadap preman bukan saja dilakukan di Jakarta, tapi semua jajaran Polda di seluruh Indonesia terimbas dan diperintahkan untuk “melibas” para preman yang dianggap sebagai biang dari kerawanan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Kemudian beberapa bulan setelah terbunuhnya Letnan Satu (Pol) Budi Prasetyo Utomo tersebut, Brigjen Tampubolon juga terbunuh di tangan sekelompok preman yang sedang mabuk berat. Reaksinya ? aparat keamanan waktu itu langsung menggelar OPSIH (Operasi Bersih) terhadap minuman keras yang diduga sebagai biang dari peristiwa tersebut.
Penulis lalu berandai. Andaikata warga sipil yang diperlakukan oleh preman seperti itu, mungkinkah aparat keamanan akan menggelar operasi besar-besaran seperti ini ? Entahlah, yang penting kita harus berlega hati ¾dan barangkali juga sekaligus bersedih hati¾ bahwa mereka yang termasuk sebutan preman akan dilibas. Kendatipun sebenarnya upaya ini tidak atau belum menyelesaikan masalah secara tuntas, karena akar persoalannya belum disentuh secara menyeluruh, baru penanganan secara partial.
Persoalan yang perlu dipertanyakan adalah, siapa dan bagaimana sebenarnya sosok preman itu ? Tanpa harus melihat sejarah dan latar belakang dari istilah preman, maka penulis berpandangan bahwa ternyata kriteria dan ukuran preman itu sangat tidak jelas alias kabur.
Tidak demikian halnya dengan konsep tindak pidana pencuri. Untuk menentukan seseorang itu adalah pencuri atau tidak, maka ukurannya dalam hal ini adalah tegas dan jelas, yaitu seperti dirumuskan dalam ketentuan Pasal 362 KUHP. Ketika terpenuhi unsure sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal tersebut maka seseorang telah dapat dikategorikan sebagai pencuri. Tapi untuk mengukur preman tidaknya seorang dapat diukur dari mana, atau dengan kata lain apa yang menjadi tolok ukur atau yang menjadi landasan yuridis untuk dapat menentukan preman tidaknya seseorang ?
Kalau ukurannya dilihat dari wajah atau tampangnya yang seram alias sangar dan berambut gondrong, lalu apakah semua orang yang berambut panjang dan gondrong itu dapat disebut preman, hingga ia harus dirazia dan dilibas. W.S. Rendra misalnya, penyair yang tinggal di Jakarta, beliau itu berambut panjang dan berwajah seram, lalu pernahkan aparat keamanan melibasnya ? Ataukah barangkali kombinasi antara rambut panjang dengan ke luar malam di atas pukul 22.00 WIB, artinya setiap orang yang berambut gondrong dan berjalan di malam hari, atau ikut bergerombolan, maka mereka itu masuk dalam kategori yang perlu dilibas. Kalau ini yang menjadi ukuran, maka kita perlu mempertanyakan adakah aturan hukum yang melarang, seperti berbunyi “Barang siapa yang rambutnya gondrong dilarang untuk ke luar rumah, dan tidak dibenarkan duduk bergerombolan bersama dengan yang lain di atas jam 22.00 WIB, pelanggaran terhadap ketentuan ini diancam dengan pidana penjara….. atau denda paling banyak….. “ Penulis belum menjumpai adanya landasan yuridis seperti ini.”.
Kalau ukuran preman itu terletak pada wajah, artinya bahwa preman itu adalah mereka-mereka yang berwajah seram, sangar dan jelek, sehingga mereka itu perlu dilibas. Seingat penulis, selama penulis mengenyam kuliah di Fakultas Hukum termasuk selama penulis mengikuti perkuliahan pada program Magister, bahwa ukuran untuk menentukan suatu perbuatan sebagai perbuatan pidana bukan ditentukan oleh wajah yang ganteng, seram, manis atau melankolis. Tapi ditentukan oleh eksistensi dari perbuatan itu sendiri yang merugikan kepentingan umum. Wajah yang seram dan sangar sangat tidak beralasan untuk dikatakan sebagai merugikan kepentingan umum, karena persoalan wajah adalah merupakan persoalan Yang Maha Kuasa, dan manusia tidak berhak memvonis wajah yang sangar itu sebagai penjahat, kecuali terbukti secara sah dan meyakinkan di sidang pengadilan karena perbuatannya bukan karena wajahnya.
Kemudian kalau kombinasinya ditambah lagi dengan memakai tato, bukankah aparat keamanan sendiri ada yang bertato ? dan perlukah mereka itu juga ikut dilibas ?
Ada dua alasan mengapa penulis terlalu mempersoalkan ukuran dan kriteria untuk orang yang tergolong preman. Pertama berkaitan dengan asas praduga tak bersalah. Dalam ketentuan Pasal 8 UU No. 14 Tahun 1970[1] menyebutkan “Setiap orang yang disangka, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap”. Artinya adalah, bahwa tidak seorangpun dari aparat penegak hukum yang berhak memvonis seseorang itu bersalah, baik itu polisi maupun Jaksa Penuntut Umum, kecuali dengan alat bukti yang sah dan cukup serta didukung oleh keyakinan hakim bahwa seseorang itu terbukti melakukan suatu perbuatan pidana.
Kedua, berkaitan dengan tindakan penangkapan oleh aparat kepolisian terhadap seseorang. Berdasarkan Pasal 17 KUHAP menetapkan “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup”.
Adapun yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup adalah bukti permulaan yang cukup untuk menduga adanya tindak pidana. Pasal ini menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul diduga keras melakukan tindak pidana.
Di samping apa yang diuraikan di atas, perlu pula diikuti dengan persyaratan penangkapan. Berdasarkan ketentuan Pasal 18 KUHAP menetapkan “pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara RI dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perakra kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa”.
Dari uraian di atas perlu dipertanyakan apakah dengan wajah yang seram dan sangar itu sudah termasuk dalam pengertian sebagai bukti permulaan yang cukup ? Sungguh tidak beralasan untuk menyatakan bahwa wajah yang sangar adalah identik dengan penjahat. Kalau itu ukurannya, maka itu tidak lebih sebagai suatu penghinaan terhadap ciptaan Tuhan Yang Mah Kuasa. Maka oleh sebab itu penulis mengajak mereka-mereka yang kebetulan dilahirkan berwajah yang tidak menguntungkan alias seram untuk sesegera mungkin mengadakan operasi plastik demi menghindari tindakan razia terhadap diri anda. Bersegeralah sebelum terlambat !
Ketidakjelasan ukuran dan kriteria preman akan menjurus kepada tindakan yang sewenang-wenang. Betapa tidak, dan hal ini telah terjadi yaitu seperti diberitakan oleh Harian Umum Republika (22 Maret 1995) karena disangka preman, seorang anggota DPRD ikut diciduk, hal ini terjadi di Banjarnegara. Dan memang wajah beliau sedikit sangar, yang oleh petugas ketika itu disuruh masuk ke dalam jeep dan bergabung dengan preman-preman yang lebih dahulu kena razia, kendatipun pada akhirnya setelah diketahui beliau adalah anggota DPRD, dilepaskan dan diantar pulang. Tapi dengan peristiwa ini paling tidak telah memberikan indikator betapa tidak jelasnya tentang siapa dan bagaimana preman itu sebenarnya.
Kita perlu memberikan dukungan kepada aparat keamanan yang merazia preman. Tapi harus ada perumusan yang jelas tentang apa dan siapa itu preman. Kalau tidak, penulis khawatir bukan penyelesaian yang dicapai, tapi justru akan menimbulkan konflik dan balas dendam. Konsekuensi logisnya, keadaan akan semakin runyam, bahkan kestabilan masyarakat akan goyah setelah operasi mendadak ini berhenti.


[1] Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read more: http://hzndi.blogspot.com/2012/07/cara-memasang-widget-sosial-bookmark.html#ixzz2DmXp3iTj