Read more: http://hzndi.blogspot.com/2012/07/cara-memasang-widget-sosial-bookmark.html#ixzz2DmXan0aS

Jumat, 03 April 2009

ANTARA MAKANAN DAN KEJAHATAN

Renungan Untuk Sebuah Kesenjangan



Oleh Dr. Zul Akrial, S.H., M. Hum.
(Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum dan Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Riau (UIR), Pekanbaru)
(http://zulakrial.blogspot.com E-mail: zul_akrial@yahoo.co.id)

Ada tiga strata sosial yang bisa diklasifikasikan sehubungan dengan soal makanan. Strata sosial pertama merupakan strata sosial paling bawah dari lapisan masyarakat. Strata ini memandang soal makanan sebagai suatu persoalan serius dan kongkrit yang terlalu kompleks untuk dipecahkan. Sehingga anggota masyarakat yang termasuk dalam strata ini, setiap hari hanya mengulang dan membolak-balik pertanyaan, "Makan apa keluarga saya nanti ?" atau "Apa yang akan dimakan oleh keluarga saya nanti ?"
Kenapa mereka miskin ? Ada banyak hal yang dapat di kedepankan sebagai faktor penyebab terjadinya kemiskinan dan masalahnya demikian kompleks. Diantaranya boleh jadi karena menganggur. Kenapa mereka sampai menjadi penganggur ? Karena bodoh ! Kenapa bodoh ? Karena tak sekolah ! Kenapa tak sekolah ? Karena miskin, sehingga tak mampu untuk membayar biaya sekolah.
Itulah circle of poverty. Itulah lingkaran kemiskinan yang terus berputar, yang ujungnya: kemiskinan hanya akan menyebabkan kemiskinan. Siapapun yang terjerat dalam lingkaran kemiskinan, umumnya hanya bisa pasrah. Kecuali ada "kekuatan" yang mampu mengangkatnya.
Mereka yang tergolong dalam strata pertama ini, hanya berfikir dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan terpokok dari yang paling pokok. Caranya ? Sekedar untuk mengganjal perut yang keroncong, mereka terpaksa menjadi pengemis dan meminta-minta, terutama bagi mereka yang cacat fisik dan mental, dengan mempertontonkan cacatnya itu, mereka lalu minta dibelaskasihani.
Cara lain, mengingat persaingan yang begitu ketat dalam memperoleh pekerjaan, sementara kebutuhan terpokok dalam hidup tak pernah bisa kompromi, maka mereka, karena kondisi seperti itu, terpaksa melakukan aksi pencurian, perampokan dan sebagainya. Motivasi mereka melakukan kejahatan dalam kaitan ini lebih didominasi oleh "demi" dan "hanya" untuk memenuhi kebutuhan pokok, sekedar pengganjal perut.
Tindak kejahatan yang dilakukan oleh orang miskin itu, bukan berarti disetujui atau dibenarkan, melainkan penulis hanya menggambarkan, bahwa salah satu motivasi orang berbuat kejahatan adalah dikarenakan dorongan dari factor kemiskinan.
Kalau orang miskin masih bingung memikirkan harus makan apa hari ini, maka orang kaya selalu bingung harus "makan dimana" hari ini. Kelompok inilah yang tergolong dalam strata kedua, yang tidak lagi sibuk dan bingung memikirkan harus makan apa, tapi konsep pemikirannya sudah bergeser menjadi "makan dimana".
Tingkat konsumerisme pada strata ini cukup tinggi, dan mereka masuk dalam daftar orang-orang yang the have.
Begitulah setidaknya, pada suatu hari, kurang lebih setahun yang lalu, bersama-sama dengan kolega yang lain, salah seorang sejawat saya mentraktir ke salah satu restoran yang ada di salah satu cafe.
Begitu masuk restoran/café tersebut, terlihat banyak orang keren pada nongkrong dan asik ngobrol. Pakaian mereka terkesan rapi, mewah dan mahal. Dan dari situ bisa ditebak, bahwa apa yang disuguhkan di café ini tentu harganya selangit.
Betul saja, tatkala daftar menu disodorkan, harga-harga yang tertera sangat mahal, setidaknya bagi ukuran saya yang awam dengan berbagai macam menu. Setelah memeriksa satu persatu, akhirnya saya mantapkan diri untuk memilih minuman yang paling murah. Kopi. Saya pesan satu cangkir kopi, harganya Rp 12.500.
Saat kopi itu saya teguk dan mengalir ke tenggorokan, entah kenapa tiba-tiba saya jadi teringat nasib mereka yang tergolong dalam strata pertama yang saya sebutkan di atas. Karena sesuatu dan lain hal mereka bernasib miskin. Mereka terdiri dari para buruh kasar, petani gurem, buruh tani, nelayan kecil, perambah hutan, penganggur dan masih banyak lagi.
Betapa sulitnya kehidupan mereka. Penghasilan mereka satu hari berkisar antara 10.000-20.000, jelas tidak akan mampu untuk membayar secangkir kopi di restoran tempat saya minum itu, yang tidak lebih enak ketimbang kopi di cikapundung/kaki lima, pinggir jalan.
Padahal, sekali lagi, minuman itu sudah saya pilih yang paling murah dari sederetan minuman yang ditawarkan. Bagaimana kalau saya pilih sedikit yang lebih mahal, tentu si buruh harus lembur sekian jam lagi untuk bisa menenggak kopi di restoran itu. Sementara puluhan pengunjung pada saat itu memesan minuman dan makanan yang mungkin harganya tak terbayangkan oleh buruh-buruh yang dibayar dengan seenaknya itu.
Strata kedua ini diharapkan dapat membantu dan mengangkat harkat kaum dhuafa' ke tingkat yang lebih memadai dan layak. Jika mereka tidak mau ambil peduli dan bersikap masa bodoh terhadap nasib kaum strata pertama itu, maka secara perlahan-lahan mereka akan masuk ke dalam strata ketiga.
Untuk strata ketiga, adalah mereka yang teramat kaya, dan tidak mempunyai nilai-nilai moral, dan duitnya berlimpah dari kredit bermasalah, misalnya, sudah tidak lagi memikirkan "makan dimana", tapi lebih dari itu, mereka sudah berfikir ala "kanibal", "makan siapa" saya hari ini.
Kebutuhan dan Keserakahan
Kalau motivasi orang miskin melakukan kejahatan adalah karena desakan kebutuhan (need), maka orang kaya melakukan kejahatan adalah karena keserakahan (greed). Adapun jenis kejahatan yang dilakukan oleh para serakahan (greedman) ini, biasanya dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan yang ada di pundaknya. Atau bagi mereka yang kebetulan tidak atau belum punya kekuasaan, akan melakukan kejahatan dengan menggunakan sarana "kolusi", entah itu dengan minta restu, memo, katebelece dan sebagainya. Jenis kejahatan ini lazimnya disebut dengan white collar crime, yang kadangkala sulit dijangkau oleh aturan hukum. Namun sebagian besar, sengaja tidak dipersoalkan, karena dianggap lumrah dalam meniti sebuah karier di zaman edan sekarang ini.
Lain halnya dengan kelompok powerless, karena kemiskinan dan ketakberdayaannya, mereka hanya mampu melakukan kejahatan-kejahatan yang bersifat konvensional, seperti pencurian, perampokan, yang lebih banyak mengandalkan otot ketimbang otak.
Sehubungan dengan itu, sungguh Tuhan sangat bijaksana, Tuhan Maha Penyayang, RahmatNya tersebar merata. Kalau kelaparan masih bercokol di muka bumi, tak lain lantaran masih ada orang-orang serakah tersebut yang menguasai jatah lebih banyak untuk keperluan yang sedikit. Dalam kaitan ini, adalah menarik untuk direnungkan pernyataan dari pimpinan muslim Pakistan, Muhammad Ali Jinah, "Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh manusia, tetapi tak akan pernah cukup untuk memuaskan ketamakan seorang manusia yang serakah".
Nabi Muhammad SAW. bersabda, "Mengapa kamu membangun yang kalian tak tempati ? Mengapa kalian menimbun banyak, padahal tak kalian makan ?". Melalui FirmanNya, Tuhan juga menegaskan dalam Surat 102:1-7 yang mengingatkan kita, "…… sekali-sekali janganlah begitu, nanti kamu akan mengetahui."
Agaknya kita dapat mengevaluasi diri, sejauhmana seruan pemerintah terutama terhadap pejabatnya sediri dalam mensukseskan (mengamalkan) pola hidup sederhana. Realitas membuktikan, bahwa gema program itu sendiri semakin memudar dan hilang seiring dengan perjalan zaman yang semakin individualistis dengan tingkat konsumerisme yang "wah". Hilang sudah kepedulian terhadap antar sesama. Masing-masing kita lebih banyak memikirkan kepentingan pribadi ketimbang mengurus kaum dhuafa'.
Hal di atas terkesan tendesius, padahal senyatanya tidak demikian. Karena bagaimanapun juga, untuk menjadi kaya dan mengkonsumsi apa saja, serta memakan makanan apa saja (bukan siapa saja) pada dasarnya adalah hak setiap orang. Dan karena itu apa boleh buat, kita mungkin terpaksa menyerahkan soal ini pada hati nurani. Hati nuranilah yang mestinya bisa mengingatkan sebatas mana kita melangkah dan sebatas mana pula kita harus berhenti dan menunggu. Tapi kalau inipun tidak bisa, sungguh, kita tidak tahu, apa lagi yang harus kita lakukan dan kita katakana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read more: http://hzndi.blogspot.com/2012/07/cara-memasang-widget-sosial-bookmark.html#ixzz2DmXp3iTj